Be better than you were yesterday

"Ini jalanmu dan milikmu sendiri. Orang lain mungkin berjalan bersamamu, tapi tidak ada yang bisa menggantikan kamu berjalan." (Jalaludin Rumi) 

Alhamdulillah 'ala kulli hal, pagi ini seperti biasa menjalani pemuka hari ketika diri berada di rumah, menjalankan kewajiban sembari bersantai tengok televisi atau smarthphone. Pagi seusai subuh, seusai membuat minuman hangat untuk ibunda, saya melipir menemani ibunda yang masih sakit di depan layar mesin kotak bersuara dan bergambar ini. Salah satu siraman rohani pagi bernama Serambi Islam di stasiun TV yakni TVRI, seakan diajak bernostalgia belajar hadist kembali, memoriku berjalan cepat mana kala salah satu ustdazku waktu sekolah menjelaskan tentang sebuah kisah Abu Thalib di akhir hayatnya. Pelajaran Tauhid saat masih di Madrasah menjadi salah satu pelajaran wajib, dan para pengampunya adalah para guru yang telah kuliah di luar negeri seperti Madinah. 

Pagi itu seakan menjadi sebuah petunjuk tersendiri bagiku, bahwa nikmat berislam, beriman ini sungguh luar biasa. Anw kalian sudah tahu kan kisah akhir hayat Abu Thalib? Barangkali singkat cerita bisa kalian baca disini. Nah, dari situ kita semakin bersyukur bukan, ada begitu Agung nikmat Allah yang patut kita syukuri manakala diri ini Allah taqdirkan untuk memeluk agama islam dan juga semoga Allah jaga pula seluruh keluarga besar dan keturunan kita, Laa Haula Quwwata Illa Billah. 

Tidak sampai disitu, kajian subuh itu seakan menyirami kembali hati ini yang barangkali butuh curah nasehat, butuh hadist shahih yang begitu indah menyikap rahasia di dalamnya, sungguh subuh yang patut disyukuri. 

Beranjak dari acara yang telah usai, kembali saya melanjutkan beberapa tugas di rumah mulai dari memasak dan melipat baju yang selesai di cuci. Seketika melihat jam, mengingat kembali janji saya seminggu yang lalu untuk mengisi kegiatan para adik-adik di Malang, qadarullah keadaan ibunda sakit, tapi janji tetap harus terlaksana. Selama ada izin dari ibunda untuk kembali lebih awal ke kota rantau yang berjarak tempuh sejam dari rumah, Alhamdulillah saya mantap menyiapkan diri. 

Meninggalkan ibunda di rumah bersama para saudara yang Alhamdulillah ketika weekend beberapa diantara mereka kumpul  di rumah. Ketika pekerjaan rumah selesai di kerjakan, tepat pukul 10 menancapkan gas saya berkendara, di tengah perjalanan yang super padat meski weekend (pikirku tak banyak kendaraan ketika pandemi begini, di tambah ini bukan hari aktif bekerja) nyatanya jalanan padat merayap di tambah terik mentari yang begitu menyengat tubuh. 

Angin sepoi beberapa kali menolongku mendapatkan kesejukan, diantara itu salah tanganku tak berhenti menggosok sebagian tubuh yang terserang teriknya siang ini, berada di belakang truck yamg berjalan seperti bebek dan mencipratkan debu-debu berkeliaran, lengkap sudah perjalanan kali ini. 

Di atas si merah ini, saya melihat spidometer yang kadang berada di angka 10km/jam, berjalan melambat sebab di depan truck yang gemulai melambatkan dirinya, saya menisik kemana gerangan kendaraan-kendaraan ini akan berlabuh (Sepasang muda mudi yang berboncengan yang barangkali menghabiskan weekend mereka, kumpulan keluarga yang di boyong di sepeda matic itu ditambah membawa beban barang-barang, pekerja kantor dengan seragamnya dan lengkap dengan sepatu besar dan kinclong itu, atau bapak-bapak truck depan ini yang sedang berjuang mencari nafkah) pikiranku menari sepanjang perjalanan. Eh satu lagi, barangkali ada juga yang seperti adikku yang meski pandemi seperti ini harus tetap ke kampus sebab ada acara BEMnya, jadi ingat pagi tadi ia memintaku untuk menyetrika jaket almamater itu. 

Di atas kendaraan roda dua ini, saya menelisik bahwa setiap orang selalu bergerak, berjalan, berburu apa yang menjadikan ia tuju. Selama apa yang ia niatkan hanya mendapatkan Ridho Allah pasti jalannya di mudahkan, tapi sebagian manusiapun bergerak hanya ingin mendapatkan hiburan- kesenangan-. Saya selalu percaya, jika niatan kita untuk kebaikan, maka keberangkatan dan kepulangan kita sesuai dengan kebiasaan niat kita itu, di mudahkan jalannya untuk bertemu apa yang kita harapkan. 

Mungkin, kalau boleh saya mengorelasikan antara hadist subuh tadi dengan perjalanan kita adalah, selalu bersyukur atas nikmat islam dan iman ini, [Jagalah ia dimanapun berada, mau di laut kek, di jalan, di manapun, pun doakan selalu keluarga kita di setiap waktu] Lalu seperti kata ustadz Yusuf Mansur dan juga Kyai Lutfi: Jagalah orang-orang yang sedang sakit, atau di akhir ajalnya dengan lantunan kalimat indah (baca: bacakan al Quran atau nyalakan murattal). Apalagi di perjalanan hidup ini, tentu kita butuh sekali teman-teman seperjuangan yang menguatkan islam dan iman kita, menegur kala kita salah mengambil jalan, ah benarlah rangkul mereka yang begitu baik kepada kita. Allahul Musta'an 

Tiba di perumahan, cek sound untuk acara siang ini, beberapa notifikasi menyakan kesiapakan saya, Alhamdulillah ba'da dzuhur ketika sidah parepare semuanya, dan let's go!  I'm ready... Bismillah (Pre memory 'menjelaskan tentang materi' kali ini menjadi tantangan sendiri dan Alhamdulillah Allah mudahkan).

Di akhir, diantara beberapa pertanyaan yang begitu indah dari para peserta, ada satu pertanyaan yang masih begitu mengiang. "Apakah kakak pernah ada di titik terendah dalam hidup, lalu merasa begitu sedih dan merasa -kalau oke inilah takdir hidupku!- Lalu apa yang kakak lalukan setelah itu untuk melanjutkan mimpi kakak?". Oh dear, thank you so much for your great question.. Deg! Pikirku ya Rabb... Iya dek, mbak pernah di moment itu, dan mbak akan memberi jeda pada diri mbak ini, akan memberi waktu untuk menangis semalaman, memberi waktu untuk bergalau ria, usai itu mbak tegak berdiri, menghapus semua air mata itu lalu sadar. Bahwa inilah taqdir Allah, ya mbak harus mengimani bahwa percaya taqdir adalah salah satu iman, lantas apa yang membuat mbak melanjutkan mimpi dan cita-cita itu kembali? Mbak punya Allah dek, tidak mungkin yang menciptakan mbak ini memberikan yang tidak baik. Dan Allah sudah mengingatkan, ada taqdir yang mampu kau ubah dengan tanganmu, so inilah kesempatannya. Ya benar, ketika kita dihadapkan di titik itu, rasanya sungguh lemah. Maka saatnya takes your times. 

Hah, lega rasanya diujung kata saya tanya ia, apakah begitu jawaban yang adek harapkan? Iya mbak, paham. Terima kasih. Ya Rabby, lewat pertanyaannya hamba disadarkan kembali rupanya. Dan ada juga salah satu pesan pribadi "...Jawaban mbak tadi ternyata sama dengan yang pernah aku rasakan, dari situ saya merasa saya tidak sendiri...". Selamat berjuang semuanya, selamat melewati fase-fase yang diluar batas kendali kita. 

Terima kasih untuk hari ini, spesial terima kasih untuk ibunda (yang semoga Allah lekas sembuhkan) atas izinnya, hari ini Nida' kembali menulis. Hari ini, Nida' menemukan ribuan pelajaran hidup. 

Di tutup dengan syahdu, di guyuran hujan sore ini, di depan bapak penjual nasi goreng bersama anaknya melayaniku, yang sebelumnya cepat-cepat membentangkan terpal agar tak kehujanan di dagangannya. Nasi mengepul semakin membuat perut keroncongan ini tergoda untuk segera melahapnya. Setiap orang punya perjalanannya masing-masing. Nikmatilah! 

"BE BETTER THAN YOU WERE YESTERDAY"

Masrifatun Nida'
Gresik, 31 Januari 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merangkai bunga kematian

Kupang yang di Rindu

Adeeva Mahyatul 'Izzah