Sirkus Pohon


Bab I
Aku di sini

"Baikalah kawan, kuceritakan kepadamu soal pertempuranku melawan pohon delima di pekarangan rumahku dan bagaimana akhirnya pohon itu membuatku kena sel, lalu wajib lapor setiap senin di Polsek Belantik."

.....



Begitulah alkisah awal Babak I, membaca novel ini tidak akan terasa membosankan, malah sebaliknya begitu syahdu kita dibawa mengalir begitu saja. Dan hoop! Tiba-tiba sudah ada di babak VI. Dan hooop!  Tiba-tiba sudah di akhir halaman 381 hmmm... Itu tandanya kisahnya berakhir, "yaaah berakhir yaa" (Pasti begitu ekspersi yang pertama kali muncul. Hehe)

Dari satu paragraf di awal tadi, semua berawal. Bagaimana kisa seorang aku yang kena wajib lapor, lalu asal muasal namanya berubah menjadi Hob. Bagaimana kisah cinta ia dengan Dinda, bagaimana ia mencoba kisah cinta sejati dari ayahnya pada ibunya untuk Dinda,
lalu persahabatan ia yang sering kali dikhianati oleh Taripol, mafia geng granat, lalu kisah orang-orang kampung berpolitik-ria memilih kepala desanya, hingga kisah yang begitu berkelindan menuju kisah cinta sejati Tara-Tegar melalui diterimanya ia menjadi badut sirkus oleh bu Bos. Semuanya ajaib bagiku, mengalir begitu indanya.

"Buku ini memberi saya kesan 'this is it', memberi saya kesan apa yang ingin saya sampaikan selama ini sebagai seorang penulis, memberi saya kesan sudah lama saya ingin menulis seperti ini, hal ini," kata Andrea.

Andrea menjelaskan, novel yang dibuat secara trilogi ini memiliki banyak perbedaan jika dibandingkan dengan karya terdahulu. 

Dari segi waktu misalnya, Andrea membutuhkan waktu yang lama untuk riset dan penulisan Sirkus Pohon.

Andrea bahkan melakukan riset hingga ke Tahiti tentang pohon delima. Untuk riset saja, Andrea mengaku memakan waktu sampai empat tahun. Sedangkan proses menulisnya membutuhkan dua tahun.

"Buku yang ke-10 ini satu-satunya novel yang saya tulis paling lama, ini dua tahun lebih saya menulisnya. Kalau novel lain itu cepat. Saya nulis tidak perlu lebih dari sebulan, hanya dalam hitungan minggu; seminggu atau dua minggu," tutur Andrea.
(https://m.cnnindonesia.com/hiburan/20170818094938-241-235563/sirkus-pohon-novel-terlama-garapan-andrea-hirata)

Oh iya, Ojeh! Dari buku ini, saya pribadi belajar banyak, sebab ada cinta disana, yang dengan jahatnya dibagi pun dengan -kesabaran menunggu- amat sejati. Ada harapan yg diwujudkan melalui kesungguhan, keteguhan hati dan bukti. Ada mimpi yang akan terwujud dengan pasti. Ada persahabatan yang berarti. Ada keluarga yang memang segalanya takkan terganti. Hingga ada berjuta manusia dengan kemahatahuannnya menanggapi persoalan-persoalan sosial-politik yang sesungguhnya mereka buta dan mudah terprovokasi.

Anyway, sirkus pohon ini menjelma menjadi potret kondisi ramai bangsa ini. Secara gamblang sindirannya terhadap kondisi perpolitikan negeri ini diungkapnya. Namun dengan eksekusi yang sangat membumi.

Bang Andrea adalah sastrawan melayu yang begitu mencintai kebudayaan aslinya di Belitong sana. Hal ini tak usah kita perdebatkan lagi. Pun dengan karya ke 10 nya ini. Kearifan lokal tentang Belitong menjadi warna yang sangat kental. Apapun sukumu dan bahasamu, ketika menyelami dunia sirkus pohon, mendadak kamu akan terlahir kembali sebagai orang melayu yang fasih memakai bahasa mereka. Seolah-olah kamu sedang ada di tengah mereka. Di tengah warung Kupi Kuli di Pasar Dalam, Tanjung Lantai. Akrab dengan nama-nama seperti Suruhudin, Debuludin, Taripol, Soridin Kebul, Jamot, dan lainnya.

Belum lagi kosa kata seperti “Boi” dan “Ojeh” yang akan membuatmu tak tahan untuk langsung mempraktekan kata itu dalam kehidupan keseharianmu. Sekali lagi, apapun sukumu. Dari sisi ini, Bang Andrea sukses membuat Melayu Indonesia naik kelas! 

Terima kasih Hob!, Tara dan Tegar, Pohon delima dan Sirkus, pun Taripol!
Terima kasih Pak Cik Andrea! 
Terima kasih penulis! 
Kita harus banyak banyak membaca buku macam begini, biar luas pikirannya, biar tajam analisanya.


Nb: Saya suka bagian tulisan ini. Saya bergetar saat membaca, tiba-tiba masuk dan nusuk ke ulu hati (beneran :( sambil nangis gitu) | ...."Mereka adalah para penakluk rasa sakit, yang selalu dicekam hukum pertama bumi: gravitasi, selalu menjatuhkan! Namun, mereka memegang tegak hukum pertama manusia: elevasi, selalu bangit kembali" (Part 72)



Sabtu, 20 Oktober 2018
Masrifatun Nida'

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merangkai bunga kematian

Kupang yang di Rindu

Adeeva Mahyatul 'Izzah