Benih, janji dan pangan
Benih, janji, dan pangan
Oleh : Bahrul Fikri Anzwar (085843561927)
Benih, janji, dan pangan, teruntuk Hari Keanekaragaman
Hayati 2019.
Pernahkah kita duduk manis dengan
orang-orang tua sambil mendengarkan sepotong kisah hijaunya alam nusantara?
Pernakah kita mencari tahu bahwa kita punya pangan beragam dan bagaimana kita
menjaganya? Pernahkah kita bangga dengan petani yang menyanga tatanan negeri
ini? pernahkah kita sudi bermain ke sawah, mendengarkan cerita tentang kisah
petani yang tersungkur di negeri yang makmur? Pernakah kita tahu tentang
Protokol Nagoya yang mengatur pembagian kompenen pemanfatan keaneragaman hayati
secara seimbang?
Pernahkah kita bertanya tentang
kekayan plasma nutfah yang mengalami erosi genetik? pernahkah kita tahu tentang
kehidupan petani yang banyak dipenjara di negeri yang sudah merdeka? Pernakah
kita memikirkan petani yang menangis di negeri agraris? Lantas kemana saja kau
selama ini? Mari kita merefleksikan kembali perihal benih sebagai dasar, janji
terhadap anak cucu, dan pangan yang menjadi penguasa masa depan dalam hari
keanekaragaman hayati 2019 ini.
• Benih
Tahun 1984 berlalu, kejayaan pangan
dapat dikenang. Peningkatan luar biasa dari importir terbesar di tahun 1966
sampai menjadi swasembada beras di tahun 1984. Pembangunan sektor pertanian
digalakkan dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian mulai bermunculan. Benih
tanaman pangan mulai diseragamkan untuk mencapai kata swasembada. Kita
bangga!!.sejauh ini hanya orde baru yang menyandang kata itu. Foto presiden
sambil mengangkat padi hasil panen menjadi pemberitaan utama di media massa.
Namun ada yang disayangankan saat itu, kuranya antisipasi terhadap plasma
nutfah nusantara yang beragam, utamanya tanaman pangan membuat dampak
terkikisnya erosi genetik.
Keaneragaman genetik tanaman pangan
mulai hilang, tergantikan oleh varietas baru. Varietas lokal yang seharusnya
menjadi varietas kunci dimana sebagai sumber genetik yang bisa diturunkan dan
sebagai bekal untuk melahirkan varietas baru dilupakan. Lantas bagaimana jika
kita melupakan orang tua dan hanya mengingat anaknya saja? Apakah itu baik?
Silahkan dipikirkan.
Varietas lokal merupakan varietas
yang selama ini ditanam oleh para leluhur dengan kearifan lokal menjadi ciri
khas suatu daerah yang berbeda dengan daerah lain. Pelestarian varietas lokal
harus digalakkan secepatnya, varietas lokal bukan hanya sebagai warisan nenek
moyang, melainkan sebagai identitas yang berpotensi untuk mengembalikan
kejayaan petani dan kejayaan pangan dengan menanam benih lokal yang beragam
sehinga diversifikasi pangan lokal bisa terwujud.
Varietas lokal memang bukan
semuanya unggul nasional, melainkan unggul lokal. Dibalik unggul lokal ini bisa
membuat keaneragaman tanaman pangan dan pangan kita menjadi kaya lagi. Tanaman
shorgum dan jewawut bisa ditanam lagi, padi lokal tiap daerah dengan khas rasa
dan warna membuat banyak pilihan dan tidak perlu uji lokasi, umbi-umbian yang
beraneka, dan jagung yang berwarna-warna, itulah warisan yang harus ditaman
turun-menurun.
Peraturan
Pemerintah nomer 68 tahun 2002 tentang ketahanan pangan disebutkan bahwa penganekaragaman
pangan diselengarakan untuk meningkatkan ketahanan pangan dengan memperhatikan
sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal. Budaya lokal yang menjunjung tinggi
pangan lokal membuat pangan lokal merupakan fondasi utama ketahanan pangan
nasional. Ketahanan pangan lokal terwujud apabila benih lokal yang menjadi
kunci ditanam petani setempat sehinga setiap daerah berdaulat akan benih dan
menjadikan masyarakat memiliki identitas akan pangan yang berdaulat.
- Janji
Perlaku
manusia untuk mengunakan sumberdaya alam secara terbatas sebagai bentuk
manifestasi untuk masa depan anak cucu merupakan prinsip pembangunan
berkelanjutan atau sering disebut sustainable development. Sumberdaya
alam memang ada yang bersifat tidak terbatas dan terbatas, tapi alangkah
baiknya jika kita lebih bijak dalam mengunakanya dan menjaga kekayaan alam.
Manusia bijak tidak berfikir akan dirinya sendiri, tetapi juga memikirkan
tentang generasi selanjutnya.
Kekayaan
alam seperti keanekaragaman plasma nutfah atau sumberdaya genetik merupakan
kekayaan semua bahan genetik dan informasi genetik dari tumbuhan, binatang, dan
jasad renik. Indonesia sebagai negara megabiodiversity memiliki keanekaragaman
genetik yang tinggi. Keanekaragaman yang tinggi sangat bermanfaat untuk
dimanfaatkan dan digunakan sebagai materi dasar atau raw material
terhadap program pembangunan Indonesia.
Program
pembangunan Indonesia dimulai dengan pembangunan pertanian dimana mayoritas
masyarakat memiliki mata pencaharian sebagai petani. Hampir sekitar 46%
penduduk adalah petani. Pembangunan pertanian bermula dari peningkatan
kemandian petani agar bisa mandiri dan berdaulat. Kata kemandirian akan
terwujud jika petani sudah tidak bergantung akan benih, pupuk, dan pestisida.
Benih
merupakan kunci (seed is key), benih adalah permulaan (seed is start)
kehidupan. Keanekaragaman sumberdaya genetik yang tinggi mengakibatkan
terjadinya banyak variasi benih yang beredar dalam kalangan petani, Benih lokal
yang menjadi warisan nenek moyang merupakan identitas dari setiap daerah yang
harus dijaga dan dilestarikan keberadaanya.
Kata konservasi memang mengandung banyak
janji. Janji untuk melindungi, janji untuk terus mengembangkan, bahkan janji
untuk menjaga dari erosi genetik akibat praktik pertanian modern. Janji kita
terhadap anak cucu harus benar-benar dilaksanakan agar kita tidak serakah akan
sumberdaya alam yang melimpah. Benih konflik perpecahan ataukah benih lokal
yang menjadi sumber pangan menyehatkan?
• Pangan
• Pangan
Pangan
yang sehat dan beragam merupakan dambaan bagi semua manusia. Pangan yang sehat
dapat dihasilkan dari tanah dan lingkungan yang sehat tanpa tersentuh oleh
bahan kimia yang merusak, sedangkan pangan yang beragam berfungsi sebagai
diversifikasi pangan yang menunjang kedaulatan pangan.
Kedaulatan
pangan seharusnya menjadi harga mati bagi negara yang memiliki julukan negeri
agraris dimana batang tanaman ditancapkan menjadi sumber makanan. Tanah yang
subur dan keadaan topografi yang beragam menjadikan pendukung pangan yang
beragam, namun sebaliknya yang harus kita rasakan. Sejak zaman belanda,
masyarakat dipaksa untuk menanam padi sebagai pemasok kebutuhan tentara
kolonial Belanda. Kemudian sistem tanam paksa. Cukuplah masa lalu sebagai kisah
silam pahitnya derita petani yang menjadi pahlawan penyangga pangan negeri ini.
Kembali
ke diversifikasi pangan. Sejak benih diseragamkan dan efek berasisasi muncul
pada saat orde baru. Masyarakat mulai berganti gaya konsumsi pangan yang semula
tidak bergantung akan padi, menjadi bergantung pada padi. Parahnya lagi padi
pun hanya padi putih, padi hitam dan merah banyak yang ikut hilang akibat
peralihan tersebut. Efek yang timbul saat itu adalah hilangnya kebiasaan orang
indonesia makan umbi-umbian yang kaya akan karbohidrat, makan sorgum yang
beraneka warna yang memiliki kandungan protein tinggi.
Umbi-umbian menjadi harta karun tersembunyi
dalam tanah. Sorgum menjadi makanan yang mengenyangkan dan tidak membutuhkan
lahan yang berair. Alih fungsi sorgum
dari tanaman pangan menjadi makanan burung merupakan fenomena yang banyak
dijumpai. Masyarakat era milenial banyak yang belum pernah merasakan sorgum.
Apalagi mau makan umbu-umbian yang sangat beragam.
Komoditas
pangan lokal jangan menjadi cerita semata. Rakyat papua bangga akan sagu dan
umbi “papua salosa”. Rakyat Flores bangga akan sorgum putih mereka. Masyarakat
jawa bangga akan padi yang beraneka ragam. Diversifikasi pangan menjadi sangat
nyata jika setiap daerah memelihara benih lokal sehingga janji kepada anak cucu
kita tersampaikan dan pangan tetap beranekaragam tanpa adanya pengurangan.
Komentar
Posting Komentar