Darurat Pendidikan di Tengah Wabah yang Tidak Aman
Karya: Masrifatun Nida’
“Pendidikan adalah hak bagi setiap insan yang bernyawa, dan kecerdasan adalah keniscayaan bagi yang berjuang mengusahakannya.”
Seirama dengan kewajiban yang di sampaikan Rasulullah terhadap menuntut ilmu bagi ummatnya yang tertulis indah dalam hadist, pun Indonesia memiliki cita-cita luhur tuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan termaktub lewat undang-undang dasar 1945 bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara.
Lewat narasi itulah yang membuat saya terngiang manakala berbicara soal pendidikan. Tantangan seiring berjalannya masa, dan hari ini sudah hampir dua tahun berjalan tantangan itu semakin nyata di depan mata. Tantangan nyata itu adalah badai pandemi (virus corona-19) melanda seluruh penjuru dunia, tak terkecuali menghantam Indonesia. Tantangan yang meluluhlantakkan berbagai lini, mulai dari pariwisata, ekonomi, hingga pendidikan. Dan disinilah kita akan mulai berkelana, menengok jalan yang sudah di lalui oleh pendidikan yang beriringan dengan pandemi.
Menurut data dari komite penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, per tanggal 28 Juni 2021 pandemi angka kematian bertambah 423 orang, sehingga otal 57.561 orang meninggal dunia. Ganasanya serangan virus ini, membuat pemerintah memberikan tindakan work from home bagi masyarakat Indonesia, hinga pembatasan aktivitas termasuk dalam hal pendidikan. Sayangnya, kurikulum dan kebijkan pendidikan yang di rancang selama pandemi kurang tegas, kebijakan itu diejawantahkan setiap sekolah guna kegiatan belajar-mengajar tetap berlangsung dengan lancar. Bahwa cita-cita luhur untuk mencerdasakan anak bangsa tetap berjalan lewat pendidikan.
Jauh sebelum pandemi menyerang, pendidikan merupakan sektor yang begitu menjadi sorotan bagi saya pribadi, sebab masih banyak sekali problem yang tak kunjung tuntas di pecahkan oleh pemerintah. Maslah di beberapa daerah Indonesia ini di mulai dari belum memadai infrastruktur , jarak tempuh sekolah yang amat jauh, ketidakseimbangan pendidikan kota dan di desa, hal inilah yang membuat tidak berkembangnya pendidikan di pedalaman.
Problem yang menunjukkan bahwa pendidikan merupakan barang mahal yang semakin membutuhkan keseriusan pemerintah dalam mengupyakanya, beberapa contoh masalah di atas membuat perekembangan pendidikan Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Menurut Education For All Global Monitoring Report 2011 yang dikeluarkan oleh UNESCO setiap tahun dan berisi pemantauan pendidikan dunia, dari 127 negara, Education Development Index (EDI) Indonesia berada pada posisi ke-69. Indoesia kalah dibandingkan Malaysia (65) dab Brunei (34).
Data sekitar sepuluh tahun di atas menunjukkan bahwa tantangan pendidikan di masa pandemi semakin darurat. Permasalahan semakin bermunculan tak terkira, di mulai ketidaksiapan siswa dalam menghadapi pendidikan bergandengan dengan teknologi, ketidaksiapan wali murid tuk menjaga anaknya di kala school from home, hingga akses internet yang belum merata di Indonesia. Hal tersebut di aminkan oleh pernyataan humas dikti kemendikbud RI, beliau menyampaikan bahwasannya “Pembelajaran daring menjadi tantangan bagi dunia pendidikan dengan situasi Indonesia yang memilki ribuan pulau. Bagaimana teknologi dapat digunakan, bagaimana penyediaan akses internet pada daerah-daerah terpencil dimana barang elektronik tanpa akses internet pun masih menjadi suatu kemewahan.” Bahkan menurut data kemendikbud per tahun 2020 jumlah sekolah yang emeuhi standar (fasilitas, sdm guru, layanan teknologi) hanya 18,8% dari jumlah 215.869 sekolah yang tersebar di Indonesia.
Seorang mantan menteri pendidikan nasional era Presiden SBY, Mohammad Nuh menyampaikan bahwa diperlukan kebijakan-kebijakan khusus agar pendidikan dapat terus berjalan tanpa hambatan krisis akibat corona saat ini. Dalam hal ini, beliau menyoroti agar sekolah-sekolah dapat meberikan pembelajaran secara lebih aktif meskipun para siswa belajar dari rumah. “ Belajar dari rumah, ini betul. Tapi persoalan yang perlu kita cermati adalah sekolah ditutup, dan diganti dengan belajar dari rumah”
“Prinsip kebijakan pendidikan di masa pandemi covid-19 adalah mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat secara umum, serta mempertimbangkan tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial dalam upaya pemenuhan layanan pendidikan selama pandemi” Jelas kemendikbud.
Memperingai hardiknas 2021, FSGI: Krisis pendidikan masih terjadi di Indonesia saat pandemi, menurutnya kemendikbud seperti tak berdaya dan kebingungan mengatasi berbagai permasalahan yang timbul dari kebijkan pembelajaran jarak jauh selama pandemi covid-19. Mansur mengatakan, kebijakan yang dibuat belum menunjukkan hasil yang diharapkan. “Justru angka putus sekolah bertambah dan peserta didik dan keluarga miskin nyaris tak terlayani karena ketiadaan alat daring”
Ironi memang, di tengah wabah yang semakin menggila, semua lini dalam dunia pendidikan dipaksa terus bergerak berpikir keras menumukan solusi demi kecerdasan bersama, demi menciptakan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas. Di tengah keresahan yang semakn menjadi, refleksi untuk pendidikan Indonesia di masa darurat pandemi menjadi pekerjaan rumah yang sangat besar untuk kita semua.
Di penghujung tahun pelajran 2020-2021, saya menanyakan kepada 145 siswa terkait bagaimana tanggapan mereaka mengenai pembelajaran selama pandemi ini dan bagaimana pula solusi yang dharapkannya. Hampir 90% siswa berharap masuk dengan beberapa catatan, 7%, siswa tetap berharap daring menjaga protokol kesehatan, dan sisanya 3% siswa entah galau harus menjawab apa sebab tidak berkomentar. Dua diantara siswa tersebut adalah Elzarfi, dia mengatakan bahwa: Pendidikan di indonesia menjadi sangat kurang maksimal, para siswa semakin meremehkan sekolah. Dengan adanya pembelajaran daring, banyak yang tidak mengerjakanm tugas, tidak mengikuti pembelajaran, dll. Solusinya mungkin karena saat ini virus covid 19 sudah mulai agak turun tingkat penularannya karena sudah ada vaksin maka sekolah dimasukkan dengan beberapa gelombang. Begitupun dengan komentar Gadiza, seorang siswa kelas 7 menyampaikan: Menurut saya lebih baik anak-anak dimasukkan saja, karena selama daring anak-anak lebih banyak memegang gadget, solusinya asal menerapkan protokol kesehatan InsyaAllah pembelajaran akan berjalan dengan aman.
Komentar dua siswa tersebut menunjukkan bahwa mereka haus akan samudera ilmu, mencari tempat untuk mengekspresikan diri, sebab setiap anak berhak menjemput masa depannya yang cerah. Maka, kebijakan pemerintah pusat hingga sekolah yang tegas terkait kesiapan penddikan di masa pandemi inilah yang di butuhkan oleh para civitas akademika sekolah. Cita-cita luhur sesuai UUD 1945 dan hadist Rasulullah akan menghasilkan, manakala para pembuat kebijakan serius memerhatikannya.
Ketegasan kebijakan itu akan berbuah manis, jika serius di garap oleh para pemegang kebijakan. Sebab pendidikan ibarat tunas yang akan menumbuhkan (keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia), nalar kritis, sifat gotong royong, dan juga keberbhenikaan global. Tak perlu juga di ragukan sabda Nabi bahwa mencari ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap muslim sebab memiliki pengaruh yang luar biasa di dunia.
Pandemi ini harusnya tak menjadi momok besar yang memberhentikan proses mencerdaskan anak bangsa, bahkan hal ini, harusnya mampu menjadi tantangan yang harus di taklukkan. Saya sangat optimis meski darurat pendidikan di tengah wabah yang tidak aman, kita bisa berperan dengan kontribusi optimal. Kita bisa menjadi pendidik yang takkan lelah menjadi teladan, bak lentera yang takkan pernah padam itulah kita saat ini. Sebab kita tahu, bahwa pendidikan adalah cahaya yang begitu terang di tengah kegelapan, kelak ia akan membumi hanguskan kebodohan, dan kita akan terus berusaha mengupayakan menjadi pelita di tengah gelap gulitanya ketikpastian (pandemi ini).
Komentar
Posting Komentar