Pendidikan kita=Cara mendidik kita (kelak)

PENDIDIKAN. Satu kata yang selalu menarik menjadi pembahasan, satu topik yang selalu membuat semangat mencari tahu. Bagaimana kabar pendidikan kita hari ini? Apa yang sedang terjadi dalam pendidikan kita hari ini?

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pen·di·dik·an (n) proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik;. Kali ini mari kita belajar mengenai pendidikan karakter ya.

Sudah beberapa waktu ini, kesibukan saya ada di pusat pendidikan (formal) bernama sekolah. Tepatnya di SMPIT, sekolah menengah pertama yang berbasis islam terpadu. Saya ingin berbagi kisah sedikit, yang semoga kita mampu saling belajar dari kisah ini. Singkatnya, tepat seminggu ini, ada salah satu kegiatan besar yang diagendakan oleh sekolah, dikawal langsung oleh tim ustadz/ah guru Qur'an,
nama kegiatannya adalah Mukhoyyam Qur'an, atau familiarnya disebut Tahfidz Camp, kegiatan ini berlangsung selama seminggu di ikuti oleh seluruh murid banin-banat (baca: putra-putri) kelas VII & VIII. Mereka di bagi menjadi 16 kelompok, 11 camp, yang pastinya tiap lokasi akan berbeda medannya (baik Masyarakat, tempat dan kenyamanan lainnya: Tapi yang pasti tempatnya sudah di survei oleh panitia dan sesuai digunakan untuk kegiatan semacam ini).

Seminggu berlalu, target hafalan merekapun di pertanyakan, ada yang sampai ada beberapa yang belum. Dibalik target utama tersebut, tiba-tiba pihak sekolah dikejutkan dengan chat salah satu wali murid di group. Orangtua tersebut memberikan sebentuk komentar mengenai keadaan anaknya. Salah satu kalimatnya adalah ".....pulang-pulang anak saya dekil,..... dst". Satu chat tersebut mengundang banyak respon. Baik dari sesama wali murid, dan pastinya pihak sekolah dan terkhusus panitia kegiatan. Chat tersebut berlangsung lama, sebentuk kekecewaan bagi orangtua tersebut, yang menganggap tempat kegiatan tidak memadai untuk anaknya. Maka pada akhirnya pihak sekolah dan panitia memohon maaf apabila keadaan anaknya menjadi demikian.

Ada yang menarik untuk dimengerti dari hal-hal semacam ini. Di setiap kegiatan, pastilah menyimpan berjuta cerita. Suka-duka, sedih-bahagia. Mustahil jika seluruhnya terdapat kelebihan, pasti ada kekurangan. Pintar-pintarnya seseorang dalam membungkusnya menjadi keceriaan atau melihat hanya pada keburukannya, jika kekurangan maka seyogyanya itu dijadikan sebagai pembelajaran ke depan.

Setelah kejadian tersebut, maka esoknya di sekolah seluruh murid di kumpulkan di Masjid, selain memberikan "reward" bagi mereka yang terbaik ada petuah dari salah satu ustadz, "Jadilah anak-anak yang survive, tangguh!" begitulah pesan beliau. Kemudian, beliau menceritakan tentang perjalanan saat backpacker dengan murid kelas lX, bagaimana beliau dan mereka harus siap menghadapi medan dan juga tahan dengan cuaca yang akan dilalui, kata beliau seusai kegiatan itu tidak ada kabar keluhan, capek, payah dan sedih lainnya. Anak-anak itu sanggup membungkusnya menjadi sebuah pengalaman yang berharga, menjau salah satu bekal untuk masa depannya.

Menarik disimpulkan~
Apa yang berbeda dalam menyikapi sebuah kegiatan antara anak dan orangtua? Mengutip kalimat tanya saya dalam postingan mengenai pendidikan beberapa waktu lalu, saat ada berita yang mengekspos kenakalan remaja, saya sedikit beropini begini:"Bagi saya sistem terbaik di pendidikan akan kalah dibandingkan adanya panutan terbaik dalam jiwa anak-anak remaja. Maka sebenarnya, siapa yang berhak disalahkan? Orangtuakah? Saudara kah? lingkungan kah? Sekolahkah? Pendidik kah? Atau sistem pendidikan kah? Maka, jadilah 'penggerak perubahan' yang jika kita menjadi orangtua, saudara, lingkungan, berada di sekolah, seorang pendidik, atau manusia yang diberi kesempatan membuat sistem pendidikan, jadilah teladan untuk mereka."

Saya menemukan sebuah pernyataan dari seorang konselor yang dimana ia telah menangani berbagai persoalan, salah satunya persoalan anak-anak sekolah. "Saya belajar bahwa untuk mendapatkan anak yang baik, bahkan untuk sekedar berharap anak-anak, kita harus menjadi baik atau paling tidak selalu berusaha untuk menjadi orang baik telebih dahulu. Karena sejatinya, ayah-ibu adalah contoh pertama dan utama bagi setiap anak-anak. (Dalam buku: Catatan seorang konselor-Sekolah menjadi orangtua).

Masihkah kita ingat bagaimana kasih sayang tak terkira dari kedua orangtua kita? Nasehat yang tak pernah jemu menjadi santapan sehari-hari di waktu kecil dahulu? Itulah pendidikan pertama yang kita dapatkan, di dalam rumah sedang terjadi apa yang disebut sebuah pendidikan tadi (baca pengertian pendidikan menurut KBBI). apapun yang telah kita lakukan selama ini, bacaan buku-buku, pengalaman-pengalaman setiap waktu, orang-orang yang kita temui, pendidikan formal-nonformal ini kelak akan menjadi bekal kita menjadi pribadi pembentuk pendidikan manusia lainnya.

Catatan: Hidup gak selamanya nyaman, dimana semua serba ada, di dalam rumah, kasur empuk menyala AC adem-tenang. Air yang melimpah untuk mandi, seger jadinya. Hingga makanan siap saji di meja makan. Well, hidup ini terus berputar, segala rintangan semoga sanggup dihadapi, senjata yang di pakai bukanlah materi, tapi karakter (akhlak) baik yang tertanam dalam hati. | Ajarkan pada kita bahwa hidup ini adalah tantangan, (kelak) tanamkan pada anak-anak kita bahwa semua ini adalah perjuangan!

Character education is not one something on your plate, it is the plate.~

Masrifatun Nida'
Gresik, 14 April 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merangkai bunga kematian

Kupang yang di Rindu

Adeeva Mahyatul 'Izzah