Dia telah pergi

Bismillahirrahmanirrahim...

Mengakhiri Ramadhan kali ini, apa yang didapatkan dan diberikan selama Ramadhan? Selain sebulan berlapar-lapar puasa? Selama ini berhaus-haus puasa? Dan juga menahan apapun yang dilarang olehNya? Jangan sampai kita menahan di siang hari, tapi di malam hari membobol semuanya. Jangan sampai kita bertahan dalam bulan Ramadhan, tapi di luar Ramadhan melarang semuanya.

Kembali ke hati yang semoga terus dituntun Allah menuju jalan yang lurus, bahwa Ramadhan menjadi tempat latihan kita dan menuju bulan-bulan pembuktian selanjutnya. Kira-kira jika ditanya apa yang telah kau dapatkan dan berikan di momen Ramadhan kali ini, Apa jawabnya ya? Kalau saya, apapun yang telah saya berikan dan dapatkan di momen Ramadhan kali ini semoga sama dan akan terus meningkat sampai nanti. (Aamiin :v) Kali ini saya akan menjabarkan. Ada dua saja kok ya...

Pertama "Agar menjadi bagian orang yang bertaqwa"

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (QS:Al Baqoroh:183)
Puasa itu akan membuat kita menjadi hamba yang bertaqwa. Lalu apa sih ya keutamaan bagi orang yang bertaqwa? 

ۚ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
(QS: Ath-Thalaq:2-3)

Itulah janji Allah kepada hambanya yang bertaqwa, yang membantu kita kalau kita sedang susah, gundah gulana maka akan ada jalan keluar. Pun jika khawatir, selalu ada rezeki dari arah yang tak terduga. Dan rezeki gak melulu soal materi itu, punjak rezeki terbaik adalah SurgaNya. Di momen Ramadhan ini hati kita di mudahkan jalannya untuk agar menjadi hamba yang bertaqwa. Semoga :)

Bagi saya, point pertama ini masuk kedalam Hablum Minallah, dan masuk kepada sholih pribadi kawan kawan :).

Kedua, "Melatih agar menjadi manusia yang pandai berbagi"

Kalian masih ingat seorang ibu tua yang memasakkan anaknya batu di dalam bejana dan Umar bin Khatab mengetahuinya? Jika ada yang lupa. Saya ingatkan yaa... Hehe :D kalau yang sudah ingat, skip aja bagian cerita bagian bahwa ini. Skip dikit aja tapi, selengkapnya ada ulasannya.

Ceritanya:
- Alkisah, tanah Arab tengah dilanda paceklik. Musim kemarau berjalan cukup panjang, membuat tanah-tanah di sana tandus.
Khalifah Umar bin Khattab kala itu tengah memimpin umat Islam menjalani tahun yang disebut Tahun Abu. Suatu malam, Khalifah Umar mengajak seorang sahabat bernama Aslam untuk mengunjungi kampung terpencil di sekitar Madinah.
Langkah Khalifah Umar terhenti di dekat sebuah tenda lusuh. Suara tangis seorang gadis kecil mengusik perhatiannya. Khalifah Umar lantas mengajak Aslam mendekati tenda itu dan memastikan apakah penghuninya butuh bantuan.
Setelah mendekat, Khalifah Umar mendapati seorang wanita dewasa tengah duduk di depan perapian. Wanita itu terlihat mengaduk-aduk bejana.
Setelah mengucapkan salam, Khalifah Umar meminta izin untuk mendekat. Usai diperbolehkan oleh wanita itu, Khalifah Umar duduk mendekat dan mulai bertanya tentang apa yang terjadi.
"Siapa yang menangis di dalam itu?" tanya Khalifah Umar.
"Anakku," jawab wanita itu dengan agak ketus.
"Kenapa anak-anakmu menangis? Apakah dia sakit?" tanya Khalifah selanjutnya.
"Tidak, mereka lapar," balas wanita itu.
Jawaban itu membuat Khalifah Umar dan Aslam tertegun. Keduanya masih terduduk di tempat semula cukup lama, sementara gadis di dalam tenda masih saja menangis dan ibunya terus saja mengaduk bejana.
Perbuatan wanita itu membuat Khalifah Umar penasaran. "Apa yang kau masak, hai ibu? Mengapa tidak juga matang masakanmu itu?" tanya Khalifah.
"Kau lihatlah sendiri!" jawab wanita itu.
Khalifah Umar dan Aslam segera melihat isi bejana tersebut. Seketika mereka kaget melihat isi bejana itu.
"Apakah kau memasak batu?" tanya Khalifah Umar dengan tercengang.
"Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anakku. Inilah kejahatan Khalifah Umar bin Khattab. Dia tidak mau melihat ke bawah, apakah kebutuhan rakyatnya sudah terpenuhi atau belum," kata wanita itu.
"Lihatlah aku. Aku seorang janda. Sejak pagi tadi, aku dan anakku belum makan apa-apa. Jadi anakku pun kusuruh berpuasa, dengan harapan ketika waktu berbuka kami mendapat rezeki. Namun ternyata tidak. Sesudah maghrib tiba, makanan belum ada juga. Anakku terpaksa tidur dengan perut kosong. Aku mengumpulkan batu-batu kecil, memasukkannya ke dalam panci dan kuisi air. Lalu batu-batu itu kumasak untuk membohongi anakku dengan harapan dia akan tertidur lelap sampai pagi. Ternyata tidak. Mungkin karena lapar, sebentar-sebentar dia bangun dan menangis minta makan," ucap wanita itu.
"Namun apa dayaku? Sungguh Umar bin Khattab tidak pantas jadi pemimpin. Dia tidak mampu menjamin kebutuhan rakyatnya," lanjut wanita itu.
Wanita itu tidak tahu yang ada di hadapannya adalah Khalifah Umar bin Khattab. Aslam sempat hendak menegur wanita itu. Tetapi, Khalifah Umar mencegahnya. Khalifah lantas menitikkan air mata dan segera bangkit dari tempat duduknya.
Segeralah diajaknya Aslam pergi cepat-cepat kembali ke Madinah. Sesampai di Madinah, Khalifah langsung pergi ke Baitul Mal dan mengambil sekarung gandum.
Tanpa mempedulikan rasa lelah, Khalifah Umar mengangkat sendiri karung gandum tersebut di punggungnya. Aslam segera mencegah.
"Wahai Amirul Mukminin, biarlah aku yang memikul karung itu," kata Aslam.
Kalimat Aslam tidak mampu membuat Umar tenang. Wajahnya merah padam mendengar perkataan Aslam.
"Aslam, jangan jerumuskan aku ke dalam neraka. Kau akan menggantikan aku memikul beban ini, apakah kau mau memikul beban di pundakku ini di hari pembalasan kelak?" kata Umar dengan nada tinggi.
Aslam tertunduk mendengar perkataan Khalifah Umar. Sembari terseok-seok, Khalifah Umar mengangkat karung itu dan diantarkan ke tenda tempat tinggal wanita itu.
Sesampai di sana, Khalifah Umar menyuruh Aslam membantunya menyiapkan makanan. Khalifah sendiri memasak makanan yang akan disantap oleh wanita itu dan anak-anaknya.
Khalifah Umar segera mengajak keluarga miskin tersebut makan setelah masakannya matang. Melihat mereka bisa makan, hati Khalifah Umar terasa tenang.
Makanan habis dan Khalifah Umar berpamitan. Dia juga meminta wanita tersebut menemui Khalifah keesokan harinya.
"Berkatalah yang baik-baik. Besok temuilah Amirul Mukminin dan kau bisa temui aku juga di sana. Insya Allah dia akan mencukupimu," kata Khalifah Umar.
Keesokan harinya, wanita itu pergi menemui Amirul Mukminin. Betapa kagetnya si wanita itu melihat sosok Amirul Mukminin, yang tidak lain adalah orang yang telah memasakkan makanan untuk dia dan anaknya.
"Aku mohon maaf. Aku telah menyumpahi dengan kata-kata dzalim kepada engkau. Aku siap dihukum," kata wanita itu.
"Ibu tidak bersalah, akulah yang bersalah. Aku berdosa membiarkan seorang ibu dan anak kelaparan di wilayah kekuasaanku. Bagaimana aku mempertanggungjawabkan ini di hadapan Allah? Maafkan aku, ibu," kata Khalifah Umar.

Kadang kita merasa iba kan dengan hal demikian? Buka lebar-lebar mata kita, lihatlah sekeliling kita ya? Di bulan ini kita sudah belajar bagaimana menahan lapar dari pagi hingga petang, padahal di luar sana berjuta manusia yang pagi hingga pagi lagi tak bisa makan sesuap nasi. Maka bersyukurlah, latih iri ini untuk terus berbagi, bagi, bagi dan bagi. Berilah mereka ya :) 'Jika ada rezeki lebih'

Bagi saya, point kedua ini masuk kedalam Hablum Minan Naas, dan masuk kepada sholih sosial kawan kawan :).

Merenungi sebulan Ramadhan ini, apa yang sudah kita berikan dan dapatkan semoga benar-benar terpatri dalam lubuk hati, Ramadhan ini sakral.

Melepasmu pergi dengan senyuman
Selamat datang hari kemenangan.
Taqobbalallahu minna wa minkum
Shiyaamana Wa Shiyaamakum

Masrifatun Nida'
Rumah, 29 Ramadhan 1439 H/ 01 Syawal 1439 H.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merangkai bunga kematian

Kupang yang di Rindu

Adeeva Mahyatul 'Izzah