Selamat!

Hari ini, apa yang konsumsi adalah budaya verbal dan ikut-ikutan. Yang menjadi viral sedang asyik sekali untuk menjadi panutan. Seperti hari ini, begitu banyak kawan media sosial yang kita kenal secara nyata atau bahkan teman sosmed entah berantah menyampaikan bentuk ucapan selamat! Yah, sebab hari ini diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional.

Namun, sudahkah kita benar-benar menghayati dan mewujudkan 3 pesan Ki Hajar Dewantara?
"Ing ngarso sang tulodo, di depan memberi contoh
Ing madyo mangun karso, di tengah membangun karya
Tut wuri handayani, di belakang memberi dorongan."

Semoga kita tak hanya menjadi budak yang mengibiri dan bersorak ramai beruforia, tapi melupakan esensi terbaik hari ini.

Hari ini, saya sengaja tidak terburu-buru mengucapkan selamat pada dunia maya. Selepas sore, ada pesan email. Dari organisasi "change" yang mena mengajak mengisi sebuah petisi. Begini bunyinya .

Saat saya sedang ada tugas dan jalan-jalan di kampung Bamaha, Pegunungan Arfak, Papua Barat, saya melewati sebuah sekolah dasar, SD Inpres 24 Bamaha. Awalnya saya kira murid-murid disana sedang bermain bola di jam istirahat. Tapi lama-lama aneh, kenapa begitu lama? Setelah saya cari tahu, ternyata mereka bermain karena kelas mereka kosong, alias tidak ada gurunya.

Ternyata SD tersebut hanya memiliki satu guru saja. Namanya Pak Soni Modoch, seorang guru honorer di sekolah tersebut yang harus mengajar dari kelas 1 hingga kelas 6 seorang diri!

Padahal seharusnya Pak Soni tak sendirian mengajar. Sebenarnya SD ini memiliki satu kepala sekolah berstatus PNS dan tiga orang guru honorer. Tapi kepala sekolah dan dua guru honorer lainnya tidak aktif mengajar di sekolah. Bahkan si kepala sekolah hanya datang sekali dalam tiga bulan! "Ada tiga guru honorer, tapi semua masih berada di luar. Kepala sekolah juga sudah lama tidak masuk sekolah," katanya. Itu kenapa saat Pak Soni mengajar satu kelas, ia terpaksa membebaskan siswa-siswi dari kelas lainnya untuk bermain dan berolahraga hingga pulang sekolah.

Menurut Pak Soni, masalah ini memperlambat proses belajar siswa. Apalagi anak didiknya banyak yang belum bisa membaca, menulis, dan menghitung. Padahal ini adalah pendidikan dasar yang paling penting untuk memulai meraih segala ilmu.

Bahkan sekalipun semua guru mereka rajin datang untuk mengajar, jumlahnya pun masih sangat kurang untuk keenam kelas. Seharusnya masing-masing kelas memiliki satu guru untuk fokus mengajar siswanya.

Saya sedih sekali. Sebagai orang Papua, saya ingin adik-adik saya di Papua bisa meraih pendidikan sebaik saya. Saya ingin mereka sekolah setinggi-tingginya untuk membangun Papua bahkan Indonesia. Tapi pendidikan dasar saja mereka tidak bisa meraih semaksimal mungkin hanya karena banyak gurunya tidak datang ke sekolah.

Melalui petisi ini, saya mengajakmu untuk mendorong Bupati Pegunungan Arfak, Gubernur Papua Barat, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan agar segera menambah guru-guru berdedikasi untuk SD Inpres 24 Bamaha. Selain itu, kita juga dorong mereka agar segera menindak tegas para guru yang tidak pernah datang ke sekolah dan mengajar anak didik mereka.

Saya yakin para menteri dan bupati mampu menyelesaikan masalah ini sesegera mungkin. Agar adik-adik kita, yang sudah jauh-jauh datang ke sekolah, bisa meraih ilmu yang sepatutnya mereka dapatkan.

Salam,
Alberth Yomo

Rupanya benar kawan, fasilitas pendidikan Indonesia (Nasional) kita belum merata. Sudah menjadi rahasia umum bahwa di pelosok Negeri, pendidikan tidak menemukan keadilan. Semoga dengan hal hal sederhana seperti ini mampu memberi selangkah hal cerah. 

Bismillah, resapi dan beri aksi pada tiga kalimat sakral bapak pendidikan.
Setelah memahami bahwa pendidikan begitu berarti, kelak mereka akan mudah menemukan mimpi-mimpinya. Bermimpilah seperti pesan bapak proklamator Ir. Soekarno "Gantungkan cita-citamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh diantara bintang-bintang."

Selamat hari pendidikan!
Masrifatun Nida'
Sekolah, 02 Mei 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merangkai bunga kematian

Kupang yang di Rindu

Adeeva Mahyatul 'Izzah