Siapa yang berhak disalahkan?

"Sebab, teladan terbaik bukan lewat bibir yang terus berujar, melainkan sebuah tindakan jelas yang akan menjadi panutan" Nida'~

Saya pernah mendapat cerita dalam sebuah pelatihan (yang saya gubah beberapa hal)~
Cerita ini berawal dari sebuah sekolah kecil yang berada di pelosok Negeri Indonesia, pendidikan yang kualitasnya masih belum bisa dipukul rata, dengan berbagai infrastuktur yang masih sangat kurang memadai, jadi tak heran akan menghasilkan output yang 'biasa-biasa saja', hingga akhirnya dikirimlah seorang sarjana muda, ia berasal dari pulau Jawa. Awal ia menjajaki pulau luar Jawa, hatinya sedikit kacau, ditambah hari survei yang ia anggap diluar dugaan, ia menyusuri setiap sudut sekolah bersama bapak kepala sekolah, dan tibalah pemandangan mengejutkan hatinya, sudah lewat jam yang ditentukan untuk masuk sekolah, masih banyak sekali murid-murid yang datang, bahkan sebagian tidak memakai seragam lengkap. Hingga akhirnya perasaannya dibaca oleh kepala sekolah. "Begitulah murid-murid disini, susah diatur, harap anda jangan kaget!", tibalah sesi ia diperkenalkan di depan para murid di lapangan besar, ia bersuara lantang, lalu seusai perkenalan ia memberitahukan ada satu hal yang harus dipatuhi besok, "Murid-murid, mulai besok bapak guru akan menerapkan satu hal soal keterlambatan. Jadi, siapa yang besok terlambat akan mendapatkan hukuman memutari lapangan". "Yaaaah"
ditengah ketidaksukaan murid-murid, banyak yang menggerutu marah. "Tenang, hukuman ini tidak hanya untuk kalian, tapi juga guru-guru kalian, termasuk saya". "Horeee!" kali ini mereka bersorak riang, "Besok pukul 7 tepat kalian harus sampai di sekolah, jika tidak maka hukumannya adalah memutari lapangan sebanyak 5kali, dan jika bapak guru yang terlambat maka hukumannya adalah 10 kali memutari lapangan" katanya hingga akhirnya tepuk tangan bergumuruh dilapangan sekolah semakin menjadi, semua murid senang dan sedikit cemas rupanya.

Esok harinya, pemandangan baru benar-benar terlihat, semua tampak datang tepat waktu, bahkan lebih awal dari jam yang ditentukan. Maka, sekitar beberapa meter dari sekolah seblum pukul 7, tampak seorang guru memakai sepeda akan memasuki sekolah, namun tiba-tiba ia hentikan sepedanya, ia 'gembosi' sepedanya ia bocorkan bannya dengan cara mengeluarkan angin itu, ia 'tuntun' sepedanya dan ia terlambat satu menit di sekolah. Hari itu, akan menjadi saksi apakah ia menjalankan aturan dan hukuman yang ia buat. Dan akhirnya ia memasuki sekolah, semua mata tertuju pada sang guru, semua murid akan melihat bagaimana reaksi si pembuat aturan. Bapak guru menaruh sepedanya, dan ia sedang disaksikan banyak mata, lalu ia memandang sekitarnya, melihat mata-mata para muridnya dan beberapa guru, "dan akhirnya iapun berlari mengitari lapangan sebanyak sepuluh kali bahkan ia memberi satu lebih". Pagi itu ia telah menunjukkan sebuah hal yang akan dikenang selalu oleh banyak orang. 

Kisah kali ini, salah satu dari banyak tragedi~
Saya pernah menulis dalam beberapa kisah anak zaman now yang sudah kelawat batas, pun beberapa kisah mengenai mengapa mereka bisa demikian. Inilah dunia pendidikan kita, sebaik apapun sistem yang telah dibuat oleh pemerintahan, sebagus apapun lingkungan ia ditumbuh besarkan di keluarga, atau teman sebaya dan lingkungan pembentuknya, jika tidak ada 'model panutan' dalam jiwa seorang murid, maka wajarlah kejadian yang tak terduga akan menimpa dunia pendidikan kembali. Na'udzubillah. 

Dibanding tahun sebelumnya, angka kenakalan remaja di tahun 2016 meningkat cukup pesat, yakni lebih dari 20%. Kepala Sub Bidang Kesehatan Reproduksi, Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPKBPPPA), Nurul Hidayati, mengatakan bahwa hal tersebut terjadi karena beberapa faktor, diantaranya pengaruh lingkungan dan Gadget. Namun Nurul meyakini penyebab terbesar yang mengakibatkan penyimpangan tersebut adalah keterlibatan keluarga. “Lingkungan itu kan pokok mempengaruhi mental seseorang terutama remaja, kemudian tekhnologi yang tidak bisa kita bendung sama sekali. Sekarang anak SD aja sudah bawa hp dan bisa membuka situs-situs aneh, dan rasa penasaran anak ini yang belum siap untuk menerima itu,” tegasnya.

Kembali kepada sebuah persoalan pendidikan yang begitu kompleks, mulai dari biaya sekolah yang mahal yang mengakibatkan angka putus sekolah semakin menjadi hingga soal mental ketidakjujuran mereka yang bisa duduk di bangku sekolah saat ujian nasional. (Dan masih banyak hal lagi mulai dari seks bebas, narkoba, aborsi dan kesemuanya adalah kenakalan remaja). Kenakalan remaja menjadikan banyak pihak resah, mulai dari para tokoh agama, tokoh pendidikan, para psikolog. Menurut pandangan psikolog, kenakalan remaja secara psikologis, merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungannya, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri. Namun pada kenyataanya orang cenderung langsung menyalahkan, menghakimi, bahkan menghukum pelaku kenakalan remaja tanpa mencari penyebab, latar belakang dari perilakunya tersebut. Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja tersebut. 

Dapat disimpulkan bahwa semua pihak harus terus bahu-membahu untuk menuntaskan sebuah persoalan yang terus berulang ini, bagi saya sistem terbaik di pendidikan akan kalah dibandingkan adanya panutan terbaik dalam jiwa anak-anak remaja. Maka sebenarnya, siapa yang berhak disalahkan? Orangtuakah? Saudara kah? lingkungan kah? Sekolahkah? Pendidik kah? Atau sistem pendidikan kah? Maka, jadilah 'penggerak perubahan' yang jika kita menjadi orangtua, saudara, lingkungan, berada di sekolah, seorang pendidik, atau manusia yang diberi kesempatan membuat sistem pendidikan, jadilah teladan untuk mereka. Semoga, dengan demikian kita mampu meminimalisir kejadian-kejadian buruk dalam dunia pendidikan. 

Because, at the first you make habbits, at the last habbits make you!~

Masrifatun Nida'
Rumah, 04 Februari 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merangkai bunga kematian

Kupang yang di Rindu

Adeeva Mahyatul 'Izzah