Belum tentu 'ia' baik untuk semua

Langkah santai menuju shaf terdepan di tempat ibadah
Suaranya merdu melantunkan panggilan Tuhannya
Seusai itu ia lanjutkan dua rakaat dan mengimami jamaahnya
Sesudahnya ia bergegas kembali ke rumahnya, tilawah Kalam Tuhannya
Namun sayang, tiba-tiba ia membentak seseorang sebab peliharan samping rumah masuk ke dalam huniannya
Tiba-tiba ia tak berbuat baik pada sesamanya
Tiba-tiba tetangga dan keluarga tetangganya ia musuhi
Sayang, ibadahnya hanya untuk dirinya sendiri.

Bergetar saya mengetik sajak diatas, takut barangkali saya adalah sebagian manusia yang terkadang luput melakukan hal-hal serupa dengan bungkus berbeda. Gambaran yang saya gunakan lebih luas, namun bisa disempitkan lagi. Bolehkah saya menyerderhanakan sajak saya? Barangkali ia adalah kita? 

Sederhananya, "Ada manusia yang ia sanggup melakukan ibadah lebih, jangankan 5 wajib tertunaikan bahkan sholat tahajjud tak pernah terlewatkan, dhuha sebagai pengingat, tilawah qur'an tak pernah kosong, puasa senin kamis tak terlupa. Namun, kepada tetangganya ia acuh tak peduli, tatapan mata dan bibir kaku selalu ia tampakkan di hadapan tetangganya, kata-kata kasar selalu keluar dari mulutnya, kehadirannya tak memberi kenyamanan bagi sesamanya. Sayang seribu sayang, ia berhasil shahih pribadi, tapi kurang berhasil shahih sosial. Barangkali, ia tertidur lelap ketika gurunya sedang menerangkan tentang keutamaan moral, ia melewatkan pelajaran mengenai bagaimana akhlakul karimah harus dibentuk? Ya barangkali ia tertidur dan melewatkannya"

Saya kira demikian, maka jika kita melihat dan merasakan sekitar kita demikian, ada ia yang sholatnya tak pernah telat, bacaannya diatas rata-rata, pengetahuannya melebihi sesamanya, bahkan hafalannya begitu kuat, namun moralnya tak sama sekali ia punya, ia bahkan tak punya kepekaan sosial terhadap sesama, acuh dengan kehadiranmu, cuek dengan kedaanmu, masa bodoh dengan perasaanmu, barangkali ia adalah kita?
Sudahkah kita berkaca?
Sudahkah kita sadar akan moral kita?
Sudahkah kehadiran kita ditunggu seseorang di samping kita? 

Demikianlah, bagi saya mengapa agama saya mengajarkan bagaimana cara kita memilih teman baik, sebab (menjadi teman baik itu susah, tapi mencari teman baik itu wajib hukumnya). Semoga kita lebih memahami hal-hal sederhana seperti diatas. Jika mencari teman membaca (misalnya) saja ada peraturannya, bagaimana dengan mencari teman hingga kesurgaNya?

Belajar memantaskan diri, membangun moral lebih baik lagi,
Sebab belum tentu ia baik untuk semua,
Belum tentu kita baik untuk semua juga~

Masrifatun Nida'
Gresik, 05 Januari 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merangkai bunga kematian

Kupang yang di Rindu

Adeeva Mahyatul 'Izzah