Hilangnya Keberkahan

Bismillahirrahmanirrahim,
Dengan diawali menyebut Asma Allah,  semoga kita senantiasa terlindungi dari apa-apa yang membahayakan.
Pun saya, saya terhindar dari melakukan banyak hal yang kurang berkenan, atau menyalahi tulisan sendiri. Dan kali ini, mari bersama bertafakkur tentang perjalanan hidup kita selama ini, tentang satu hal yang menjadikan hidup kita tenteram yakni sebuah keberkahan.

Saya pernah membuat suatu update status whatsapp singkat mengenai sebuah keberkahan, selepas perjalanan siang hari menuju kediaman dari tempat pengabdian kala itu, di perjalanan saya berpikir mengenai kejadian-kejadian tak terduga yang akan terjadi kala saya berkendara, dilanjut malamnya saya membeli makanan lalu saya makan. Saya menyimpulkan satu hal kemudian.

Betapa Allah masih sayang kepada kita: Manakala kita berkendara lalu lupa berdoa, masih Allah beri keselamatan sampai tujuan. Manakala kita makan lalu lupa berdoa, masih Allah beri rasa kenyang. Betapa ada satu hal yang kita lewatkan, ada yang hilang. Soal keberkahan.
Kali ini, saya akan membahas mengenai hilangnya keberkahan di era now yang sungguh kompleks sekali masalahnya. Saya akan menambah kesimpulan saya diatas tadi soal berkendara dan makan yang telah hilang keberkahannya dengan satu hal yang sudah mulai kita anggap biasa, amat lumrah.
"Manakala kita menikah dengan jalan pacaran sebelumnya, dan masih Allah perbolehkan kita sah secara Agama dan Negara. Namun ada yang hilang dari ruh ini kawan, apa? Keberkahannya." Saya belum bisa membahas tentang soal pernikahannya, saya akan menggaris-bahawi mengenai hilangnya keberkahan kita lewat jalan pacaran sebelum menikah. Jujur, saya pribadi miris mendegar, menyaksikan, mengetahui budaya ini sudah dianggap biasa saja.

Dahulu...
Semasa jaman sekolah (baca: MTs & MA), bagi saya hal paling menyesakkan adalah ketika saya tidak bisa menjawab soal-soal mata pelajaran, paling menyedihkan manakala besok berangkat sekolah lagi adalah belum bisa menjawab soal matematika atau fisika. Sungguh celaka bagi saya, sebab hal itu sungguh beban. Namun, kali ini yang menjadi masalah umum anak sekolah adalah sesaknya hati manakala berangkat sekolah lagi dan bertemu mantan, gebetan atau memang sudah pacarnya. 

Singkat cerita...
Dulu saya di MA di amanahi menjadi pengurus sekolah bagian keagamaan, mulai mengontrol jamaah sholat, kelengkapan atribut sekolah yang juga bekerjasama dengan bagian keamanan dalam menghandlenya. Lalu, ada suatu kejadian dimana siang itu, ada informasi bahwasannya satu kelas 'diduga' membawa handphone, padahal hal itu dilarang dalam sekolah kami. Seketika itu, kita menuju tkp dan menyita beberapa hp yang kita temukan dalam waktu yang lumayan lama, dugaan itu nyata, benar adanya. Namun kawan, betapa mirisnya saya membaca beberapa pesan masuk yang ada di hp tersebut, sesuatu kata-kata ambigu yang tak patut dilakukan anak-anak sekolah dengan yang ia sebut sebagai pacar. Dan dengan segera atas kejadian itu pihak sekolah menghakimi para anak-anak tersebut. Selepas kejadian itu, saya melakukan banyak tafakkur, betapa generasi muda telah dicekoki hal-hal amat merusak, lewat benda kotak itu. 

Waktu terus berjalan...
Kali ini saya diamanahi untuk mengabdi di salah satu SMP di kota, lumayan jauh dari sekolah saya dulu. Era berkembang, teknologi pun semakin canggih mengikuti zaman, dan permasalahanpun ikut-ikutan semakin kompleks yang terkadang membuat sesak pikiran dan hati. Dan begitu pula, masalah interaksi lawan jenis yang tidak terkontrol lagi.
Jika dulu sekolah saya amatlah ketat interaksi antara putra dan putri, begitupun di sekolah pengabdian saya ini, bedanya hanya soal kompleks yang berada dalam satu, dan di sekolah saya dulu berjauh-jauh. 

Lalu, apa penyebabnya?
Sebabnya adalah INTERAKSI.
Diatas sudah saya singgung mengenai teknologi, mengenai gadget anak-anak sekolah yang sudah teracuni berbagai fitur tanpa filter. Interaksi kini maknanya semakin luas, tidak hanya bertatap muka, namun lewat layar persegi itu, perasaan semua bisa terbawa olehnya. 

Pernah dengar sebuah kisah mengenai hancurnya sebuah Bagsa? Bukan lagi teroran bom, namun melalui penjajahan amat halus, melalui rusaknya akhlak para kaum pemuda, dan siswa dan mahasiswa itu ada di dalamnya. 

Ditengah gempuran budaya barat dan pemahaman dalam masyarakat yang mewajarkan hubungan sebelum pernikahan yang tidak halal. Saya berusaha bertahan dan mencari argumentasi terbaik untuk mengajak sebanyak mungkin orang kembali kepada pemahaman agama yang lurus. Salah satu godaan terbesar memang syahwat. Kecenderungan lawan jenis dan ini sangat rawan di usia pra-nikah. Jika tidak dibentengi dengan pemahaman yang kuat dan fundamental. Seorang yang nampak baik baik saja, berada di keluarga yang terbentengi dengan pemahaman agama yang kokoh, lalu ia alim, berkopiah sarung kemana-mana, hafalannya segudang, jilbabnya lebar kemana-mana, dan sejenisnya bisa terjerumus.

Maka, sekali lagi coba lebih renungkan dengan pikiran dan hati jernih, mau dibawa kemana Bangsa ini jika para pemudanya saja sudah terbuai mabuk soal begini saja? Mau kemana jika kita sebagai pengabdi tak bisa memberi contoh terbaik pada para generasi? 

Yakinilah, Allah sudah menjamin soal hubungan ini. Dan janji Allah itu pasti, jangan sampai Allah menghilangkan keberkahan dalam proses hidupmu, hilangnya keberkahan terhadap proses ibadah terpanjangmu kelak. 

Jaga generasi muda kita, bentengi diri kita dengan agama. Sebab, agama hanya omong kosong jika tidak diwujudkan dalam perkataan dan perbuatan.

*Kata ustadzahku, jika ada keraguan ketika engkau hendak menyebarkan sebuah ilmu dimana kau takut tak bisa menjalankan, maka jawabannya adalah: Sebarkan! Lalu ber'azzamlah engkau akan menjalankannya. Semoga Allah menjaga kita semua. 

Masrifatun Nida'
Gresik, 180118~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merangkai bunga kematian

Kupang yang di Rindu

Adeeva Mahyatul 'Izzah